Minggu, 06 Juli 2014 0 komentar

Tugas Artikel Mata Kuliah Kesehatan Mental

TUGAS KESEHATAN MENTAL
“PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP SERAGAM MILITER”


Description: C:\Users\asus\Downloads\Logo_Resmi_UG.jpg


DISUSUN OLEH:

NAMA:      MUHAMMAD HASYA HERMANSYAH
         NPM:         14512968
         KELAS:    2PA05




Seragam adalah sebuah kostum atau pakaian yang menyeragamkan dan digunakan untuk memperlihatkan identitas suatu bentuk kelompok, tradisi, adat, bahkan agama.
Di dalam artikel ini akan membahas mengenai sebuah seragam dari sebuah instansi TNI atau Tentara Nasional Indonesia, berikut adalah makna dari seragam loreng TNI.
Mungkin pernah terfikir kenapa tentara mengenakan baju loreng, seperti hijau, abu abu, oranye, dan hitam. Kita semua menjawab itu semua dikarenakan supaya tidak gampang ketahuan musuh atau camouflage (kamuflase) disaat bertempur, ternyata ada sebuah alsan dan sejarah  tertentu.
Dengan mengunakan baju loreng, maka militer dapat melakukan kamuflase yang merupakan salah satu teknik survival, yang artinya mengacu pada metode yang digunakan untuk membuat pasukan militer agar tidak dapat terdeteksi oleh pasukan musuh. Dalam prakteknya, penerapan warna dan bahan untuk kostum perang dan peralatan militer digunakan untuk menyembunyikan mereka dari pengamatan visual (dengan mata telanjang). Dengan mengunakan kostum loreng ini, maka pasukan militer dapat menyatu dengan medannya dan akan mengurangi bahaya sebagai sasaran tembak musuh.
Awalnya orang orang militer tidak mengunakan baju loreng, mereka mengunakan warna-warna yang mencolok dan berani dengan alasan untuk menakut-nakuti musuh, identifikasi lebih mudah ketika medan berkabut dan mengurangi pembelotan (pasukan yang mundur dari perang). Baju loreng pertama kali digunakan pada awal 1800-an oleh beberapa unit militer untuk melindungi diri terhadap akurasi tembakan yang meningkat pada senjata kala itu.
Unit-unit pasukan pertama yang mengadopsi warna-warna loreng adalah Resimen Senapan ke-95 dan Resimen Senapan ke-60, dibuat selama Perang Napoleon (abad ke delapan belas) untuk memperkuat garis pertempuran Inggris. Ketika mereka membawa Rifles Baker (sejenis senjata kala itu, dengan bayonet) dan memperluas area pertempuran, mereka mengenakan jaket hijau, berbeda dengan resimen lain yang mengenakan jubah merah tua.
Lalu kenapa seragam TNI, militer kita memiliki loreng yang berwarna hijau sementara pasukan dari negara lain ada yang memiliki warna lebih coklat atau putih? Alasan utamanya adalah medan, negara kita lebih dominan pepohonan yang berwarna hijau, tanah dan kayu yang berwarna coklat, sehingga kita lebih memilih pola M81 Woodland, yang sudah populer dari tahun 1981.


Double Bracket:  Description: D:\images.jpg


Memang beberapa pasukan khusus Indonesia ada yang memiliki warna kostum hitam, namun untuk berperang siang hari warna hitam dapat menyiksa.
Kita pernah mempelajari sewaktu SMP bahwa warna hitam memiliki emisifitas tertinggi, dengan nilai satu (untuk warna putih nilainya nol). Dimana benda yang memiliki emisifitas tinggi akan mudah menyerap panas. Sehingga kalau militer harus bertugas siang hari dengan tetap mengenakan warna hitam, ia bisa kelelahan sebelum melawan musuh karena energinya telah terkuras menjadi keringat.
Kamuflase ini lebih ke arah pertahanan diri dari penglihatan visual, meski ada teknologi lagi yang lebih baru dalam mendeteksi keberadaan manusia mengunakan sinar inframerah dan lain sebagainya, namun juga sudah di temukan metode dan kamuflase yang berbeda pula. Hal inilah yang menjadi alasan kenapa militer mengenakan baju loreng.
Berikut ini adalah beberapa contoh kasus oknum oknum TNI yang melakukan penyimpangan dengan menggunakan seragam TNI dan beberapa oknum TNI yang melakukan penyimpangan tetapi tanpa menggunakan seragam.
Penyimpangan oknum TNI berseragam: Sersan Dua Yusuf Harnawan (28) dengan tega menghabisi nyawa mahasiswi IAIN Walisongo, Siti Faizah. Yusuh mencekik kekasihnya ini lantaran si gadis menolak diputuskan. Selain dengan Siti Faizah, Yusuf juga ternyata menjalin hubungan asmara dengan rekannya, seorang PNS Kodam Diponegoro. Beberapa kali Yusuf melakukan hubungan intim hingga si wanita hamil dan minta pertanggungjawaban. Yusuf sesaat pulang piket ia mengajak Siti Faizah Hotel Alam Hijau Jalan Lemah Abang-Bandungan, Semarang. Di sana dia mencekik gadis malang tersebut hingga tewas. Pengadilan Militer mengganjar Yusuf dengan hukuman 13 tahun penjara. Yusuf juga dipecat dari kesatuan karena memalukan korps TNI AD.[lihat.co.id]
Penyimpangan oknum TNI tanpa seragam: Prajurit Dua (Prada) Mart Azzanul Ikhwan (23) dituntut 20 tahun penjara. Aksi prajurit TNI ini sungguh kejam. Dia membunuh Shinta (19), kekasihnya yang sedang hamil 8 bulan. Ikhwan juga membunuh Onah, ibu Shinta. Ikhwan menolak bertanggung jawab atas kehamilan mahasiswi kebidanan di Garut ini. Dia membawa Shinta dan ibunya ke perkebunan, kemudian menusuk kedua wanita itu dengan sangkur belasan kali. Onah tewas dengan 12 luka tusukan di tubuhnya, sementara Shinta, tewas dengan 18 tusukan, termasuk dua tusukan di perutnya yang tengah hamil tua. TNI tak mentolerir tindakan brutal anggotanya. Panglima Divisi 1 Kostrad Brigadir Jendral TNI Asro Budi menemui keluarga korban untuk meminta maaf. Dia menjanjikan Prada Ikhwan akan dihukum sesuai undang-undang[lihat.co.id]
Dari kedua contoh kasus tersebut banyak masyarakat yang ber-stereotype bahwa tentara atau TNI yang berseragam adalah orang orang yang menakutkan dan berbahaya, padahal mereka itu adalah orang orang yang berada disebuah instansi pertahanan yang seharusnya menakutkan untuk negara lain yang ingin memberikan bahaya ke negara ini, tetapi realitanya mereka pun menjadi sosok yang menakutkan bagi rakyat dan masyarakat mereka sendiri. Dan untuk oknum oknum TNI yang tidak mengenakan seragam sungguh sebuah ironi, karena gelagat dan gaya mereka yang semena mena karena merasa sudah berjasa kepada bangsa ini, dengan badan mereka yang tinggi dan besar sebagian masyarakat malah ber-stereotype bahwa mereka itu adalah preman. , Bak sebuah pepatah “karena nila setitik, rusak susu sebelanga” hanya karena ulah satu atau dua oknum oknum nakal dibadan instansi TNI ini semua masyarakat dapat memberikan pandangan bahwa mereka yang berbadan besar dan berambut cepak itu adalah preman, dan mereka yang menggunakan seragam itu adalah sosok yang menakutkan.
Secara teori psikologi orang orang yang melakukan pendapat atas beberapa oknum yang menjadikan pandangan orang orang tersebut bahwa semua anggota seperti itu tercantum pada teori konformitas dalam psikologi sosial.
Konformitas adalah suatu jenis pengaruh sosial dimana individu mengubah sikap dan tingkah laku mereka agar sesuai dengan norma sosial yang ada.
Kali ini akan dibahas mengenai perbandingan kepribadian antara anggota TNI yang memakai seragam dan anggota TNI yang tidak memakai seragam. Anggota anggota TNI yang memakai seragam ini menampilkan sebuah kepribadian yang bisa dibilang kurang patut dicontoh, karena merasa memiliki kuasa dan kekuatan yang besar mereka berlaku semena mena, contoh jika kita melakukan kesalahan terhadap mereka yang berseragam walaupun itu hanya kesalahan yang kecil saja ataupun mereka yang melakukan kesalahn kepada kita, mereka akan marah yang sangat diluar kontrol berlaku bahwa merekalah yang paling benar bahkan berani memukuli kita walau tidak semua anggota TNI seperti itu hanya beberapa oknum saja yang begitu. Dan yang kedua anggota anggota TNI yang tidak menggunakan seragam pasti mereka akan lebih kalem dan lebih bisa mengontrol emosi

 
 










Kesimpulan
Seragam dapat mempengaruhi persepsi, bukan hanya seragam dari anggota anggota TNI tetapi beberapa instansi atau kelompok yang memiliki seragam dapat menjadikan anggota anggota mereka seharusnya dapat menyesuaikan bagaimana seharusnya kelakuan atau sifat mereka disaat mereka menggunakan seragam, bukannya malah menyelewengkan kekuasaan atau kekuatan yang dipunya disaat menggunakan seragam tersebut.
Logisnya perubahan kepribadian mereka disaat menggunakan seragam tersebut dikarenakan tanggung jawab, kekuasaan, hak dan kewajiban yang mereka emban, dan karena seragam pun seseorang lebih terlihat identitas dan status sosialnya di masyarakat, tinggal tergantung bagaiman si pemakai menggunakannya dengan bijaksana atau tidak.
















 
;