Rabu, 29 April 2015 0 komentar

Tugas Psikoterapi (Person Centered Therapy)

Person Centered Therapy 
Carl Roger merupakan tokoh Teori Kepribadian Humanistik, Ia Lahir di Illinois (1902 – 1988) Ia adalah salah seorang peletak dasar dari gerakan potensi manusia, yang menekankan perkembangan pribadi melalui latihan sensitivitas, kelompok pertemuan, dan latihan lainnya yang ditujukan untuk membantu orang agar memiliki pribadi yang sehat. sejak kecil Ia menerima penanaman yang ketat mengenai kerja keras dan nilai agama Protestan. Kelak kedua hal ini mewarnai teori-teorinya. Setelah mempelajari teologi, ia masuk Teacher’s College di Columbia Uni, dimana banyak tokoh psikologi mengajar. Di Columbia Uni ia meraih gelar Ph.D. Rogers bekerja sebagai psikoterapis dan dari profesinya inilah ia mengembangkan teori Humanistiknya. Dalam konteks terapi, ia menemukan dan mengembangkan teknik terapi yang dikenal sebagai Client-centered Therapy.
Manusia dalam pandangan Rogers adalah bersifat positif. Ia mempercayai bahwa manusia memiliki dorongan untuk selalu bergerak ke muka, berjuang untuk berfungsi, kooperatif, konstrukstif dan memiliki kebaikan pada inti terdalam tanpa perlu mengendalikan dorongan-dorongan agresifnya. Filosofi tentang manusia ini berimplikasi dalam praktek terapi client centered dimana terapis meletakan tanggung jawab proses terapi pada client, bukan terapis yang memiliki otoritas. Client diposisikan untuk memiliki kesnggupan-kesangguapan dalam membuat keputusan.

Konstruk Kepribadian Menurut Carl Rogers
1       Organisme
Organisme yaitu makhluk fisik (physical Creature) dengan semua fungsi-fungsinya, baik fisik maupun psikis, organisme ini merupakan locus (tempat) semua pengalaman, dan pengalaman ini merupakan persepsi seseorang tentang peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam diri sendiri, dan juga di dunia luar (external world). Totalitas pengalaman, baik yang disadari maupun tidak, membangun medan fenomenal (phenomenal field).
2.      Self
Self merupakan konstruk utama dalam Teori Kepribadian Rogers, yang saat ini dikenal dengan Self Concept (konsep diri), Roger mengartikannya sebagai presepsi tentang karakteristik “I” atau “me” dengan orang lain atau berbagai aspek kehidupan, termasuk nilai-nilai yang terkait dengan persepsi tersebut. Diartikan juga sebagai keyakinan “keyakinan tentang kenyataan, keunikan dan kualitas tingkah laku diri sendiri”. Konsep diri merupakan gambaran mental tentang diri sendiri, seperti “Saya cantik” dan “Saya seorang pelajar yang rajin”.
Hubungan antara self concept dengan organisme (actual experience) terjadi dalam dua kemungkinan, yaitu “Congruance” atau “Incongruance”. Kedua kemungkinan hubungan ini menentukan perkembangan kematangan penyesuaian (adjustment) dan kesehatan mental (mental health) seseorang. Sebagaimana ahli Humanistik umumnya, Rogers mendasarkan teori dinamika kepribadian pada konsep aktualisasi diri. Aktualisasi diri adalah daya yang mendorong pengembangan diri dan potensi individu, sifatnya bawaan dan sudah menjadi ciri seluruh manusia. Aktualisasi diri yang mendorong manusia sampai kepada pengembangan yang optimal dan menghasilkan ciri unik manusia seperti kreativitas, inovasi, dan lain-lain.

Hakikat Manusia Menurut Roger
1.      Hakikat Dasar Manusia
· Manusia pada dasarnya baik dan penuh dengan kepositifan
· Manusia mempunyai kemampuan untuk membimbing, mengatur dan mengontrol dirinya sendiri
· Manusia pada dasarnya aktif, bukan pasif
· Setiap individu dlm dirinya terdapat motor penggerak : terbuka pd pengalaman diri, percaya pd diri sendiri
· Manusia berkembang menuju aktualisasi diri
2.      Pribadi yang sehat
· Mempercayai diri sendiri
· Terbuka terhadap pengalaman
· Evaluasi kriteria internal
· Kemauan untuk menjalani proses
· Adanya keselarasan atau kongruensi antara organisme, ideal self, dan self concept
3.      Pribadi yang tidak sehat
·  Pribadi tidak sehat adalah pribadi yang inkongruensi atau tidak kongruen antara ideal self, self concept, dan organism
·   Kesenjangan antara ideal self dan self concept, jika hal ini terjadi akan menimbulkan khayalan tinggi
·  Kesenjangan antara self concept dan organisme, sehingga dapat menimbulkan perasaan rendah diri (minder)
·  Tidak mampu mempersepsi dirinya, orang lain, dan berbagai peristiwa yang terjadi di lingkungannya secara objektif
·   Tidak terbuka terhadap semua pengalaman yang mengancam konsep dirinya,
·  Tidak mampu menggunakan semua pengalaman
·  Tidak mampu mengembangkan dirinya kearah aktualisasi diri
Konsep-konsep Penting dalam Terapi Person Centered:
  1. Konsep diri (Self-concept) mengenai konsepsi seseorang mengenai dirinya
  2. Diri ideal (Ideal-self) mengenai self concept yang ingin dimiliki seseorang
  3. Ketidakselarasan (Incongruence) antara diri dan pengalaman yaitu suatu celah yang ada antar self-concept sesorang dan apa yang
  4. Psychological maladjustment (ketidakmampuan menyelesaikan diri secara psikologis )
  5. Keselarasan anatara diri dan pengalaman (konsep seseorang tentang diri sendiri sesuai dengan apa yang dialaminya)
  6. Kebutuhan akan penghargaan positif (Need for positive regard) kebutuhan untuk dihargai dan dihormati oleh orang lain.
  7. Kebutuhan akan harga diri (Need for self regard) kebutuhan untuk menghargai diri sendiri.
Ciri Ciri Terapi :
  1. Perhatian diarahkan pada pribadi bukan pada masalah. Tujuannya bukan untuk pemecaha masalah tetapi membuat individu itu tumbuh untuk dapat mengatasi masalahnya sendiri baik masalah sekarang atau yang akan datang dengan cara yang tepat.
  2. Penekanan lebih kepada faktor emosi daripada intelektual karena perbuatan lebih banyak dipengaruhi emosi daripada pikiran.
  3. Memberi tekanan yang lebih besar pada keadaan yang dialami sekarang bukan di masa lalu karena pola emosi sekarang sama saja dengan pola emosi yang lalu.
  4. Penekanan pada hubungan terapeutik. Pengalaman tumbuh dari hubungan terapeutik itu sendiri sehingga individu belajar memahami diri sendiri, membuat keputusan, dan bisa berhubungan dengan orang lain secara lebih dewasa.
Langkah-langkah Terapi Nondirective :
  1. Pasien datang sendiri kepada terapis secara sukarela.
  2. Merumuskan situasi bantuan. Pasien disadarkan bahwa terapis tidak memiliki awaban, tetapi melalui terapi ini pasien akan memperoleh sesuatu untuk memecahkan masalahnya sendiri.
  3. Mendorong pasien untuk mau berbuat mengungkapkan perasaan yang dirasakan sangat bebas dan obyektif. Terapis meningkatkan keberanian pasien dalam mengungkapkan perasaannya.
  4. Terapis berusaha dapat menerima dan menjernihkan perasaan pasien yang bersifat negatif.
  5. Apabila perasaan-perasaan negatif telah terungkapkan sepenuhnya maka secara psikologis bebannya akan berkurang.
  6. Terapis berusaha menerima perasaan positif pada pasien. Perasaan positif ini tidak dianggap sebagai sesuatu yang “wah” pada diri pasien, melainkan merupakan seuatu hal yang wajar ada pada seseorang sehingga pasien dapat belajar/menyadari dirinya sendiri.
  7. Pemahaman, pengenalan, dan penerimaan mengenai dirinya sendiri.
  8. Setelah memiliki pemahaman tentang masalahnya dan menerimanya, mulailah membuat suatu keputusan untuk langkah
  9. Mulai melakukan tindakan-tindakan yang positif.
  10. Perkembangan lebih lanjut tentang wawasan pasien.
  11. Tindakan positif klien meningkat. Pasien lebih percaya diri dan bisa membuat keputusan sendiri. Tahap ini merupakan puncak hubungan antara terapis dan pasien.
  12. Mengurangi ketergantungan pasien atas terapis dan memberitahukan secara bijaksana bahwa proses terapi perlu diakhiri.

Sumber: http://janokogalls.blogspot.com/2011/12/person-centered-by-carl-roger.html 
0 komentar

Tugas Psikoterapi (Terapi Psikoanalisa)

Terapi Psikoanalisa


1. Konsep
Secara umum konsep utama dari teori psikoanalisa adalah:
1. Setiap anak memilki kebutuhan dasar yang harus dipenuhi dalam rangka perkembangan kepribadiannya secara sehat. Kebutuhan ini mencakup kebutuhan kasih sayang, rasa aman, rasa memilki, dan perasaan sukses.
2.  Perasaan merupakan aspek yang mendasar dan penting dalam kehidupan dan perilaku anak.
3.  Masing-masing anak berkembang melalui beberapa tahapan perkembangan emosional. Pengalaman traumatik dan deprivasi dapat berpengaruh terhadap munculnya gangguan kepribadian.
4. Kualitas hubungan emosional anak dengan keluarga dan orang lain yang signifikan dalam kehidupannya merupakan faktor yang sangat krusial.
5.  Kecemasan akibat tidak terpenuhinya kebutuhan dan konflik-konflik dalam diri anak merupakan faktor penentu penting terhadap munculnya gangguan tingkah laku.
                                                                  
a.  Persepsi tentang sifat manusia
Menurut Sigmund Freud, perilaku manusia itu ditentukan oleh kekuatan irrasional yang tidak disadari dari dorongan biologis dan dorongan naluri psikoseksual tertentu pada masa enam tahun pertama dalam kehidupannya. Pandangan ini menunjukkan bahwa aliran teori Freud tentang sifat manusia pada dasarnya adalah deterministik. Ajaran psikoanalisa juga menyatakan bahwa perilaku seseorang itu lebih rumit dari pada apa yang dibayangkan pada orang tersebut. Sedangkan tantangan tebesar yang dihadapi manusia adalah bagaimana mengendalikan dorongan egresif. Bagi Sigmund Freud, rasa resah dan cemas yang dihadapi seseorang erat kaitannya dengan kenyataan bahwa setiap manusia akan mengalami kematian.
b. Struktur kepribadian
1)  Id
Komponen kepribadian yang berisi impuls agresif dan libinal. Merupakan bagian tertua dari aparatur mental sekaligus merupakan komponen terpenting sepanjang hidup. Id bekerja dengan menganut prinsip kesenangan “pleasure principle”.
2)  Ego
Bagian kepribadian yang bertugas sebagai pelaksana, berperan sebagai “eksekutif” yang memerintah, mengatur dan mengendalikan, serta mengontrol jalannya id, super-ego dan dunia luar, penengah antara instink dengan dunia luar dengan menilai realita dalam hubungan dengan nilai-nilai moralitas. Prinsip kerja ego menganut prinsip realitas “reality principle”.
3)  Superego
Bagian moral dari kepribadian manusia, karena ia merupakan filter dari sensor baik-buruk, salah-benar, boleh-tidak sesuatu yang dilakukan oleh dorongan ego. Di sini superego bertindak sebagai sesuatu yang ideal, yang sesuai dengan norma-norma moral masyarakat.
Dalam dinamika kepribadian manusia id, ego, dan superego masing-masing memilki fungsi, sifat, dan prinsip kerja tersendiri, namun semuanya berinteraksi begitu erat satu sama lainnya dan tidak mungkin dipisahkan.
c. Kesadaran dan ketidaksadaran
Dalam pandangan Freud, sebagian besar perilaku manusia didorong atau ditentukan oleh kekuatan atau kebutuhan-kebutuhan yang tidak disadari, yaitu pengalaman-pengalaman atau trauma masa kecil yang terdesak, tertekan, terpendam, atau terkubur dalam ketidaksadarannya akan menimbulkan kecemasan yang tidak tertahankan.
d. Kecemasan
Yaitu suatu keadaan tegang atau takut yang mendalam sebagai hasil bermunculannya pengalaman-pengalaman yang terdesak. Kecemasan berkembang dari konflik antara sistem id, ego, dan superego tentang sistem kontrol atas energi psikis yang ada. Fungsi utama kecemasan adalah untuk mengingatkan adanya bahaya yang datang.
1) Kecemasan realita
Rasa takut akan bahaya yang datang dari dunia luar. Kecemasan ini sumbernya adalah ego.
2) Kecemasan neurotik
Rasa takut yang bersumber pada id, yaitu takut tidak mampu mengendalikan instiknya.
3)  Kecemasan moral
Rasa takut terhadap hati nuraninya sendiri, yaitu terhadap adanya pertentangan moral. Sumber kecemasan ini adalah superego. Kecemasan selalu berakibat kepadda terancamnya ego, sehingga memaksa ego untuk mengambil tindakan untuk menghilangkannya agar diperoleh keseimbangan

2. Teknik-Teknik
Sekalipun dalam psikoanalisa terapis hendaknya bersikap anonim, namun dalam prosesnya sejak awal terapis harus dapat membina hubungan baik dengan klien. Terapis juga harus mendorong klien agar mampu menyatakan dirinya secara bebas, membantu apabila klien melakukan penolakan (resistensi), menyambut baik pernyataan pengalihan (tranferensi), serta berusaha untuk membimbing klien ke arah kesadaran penuh dan ke arah intergritas sosial secara memuaskan.
Lima teknik dasar  dalam terapi psikoanalisa :
1. Asosiasi bebas
Secara mendasar, tujuan teknik ini adalah untuk mengungkapkan pengalaman masa lalu dan menghentikan emosi-emosi yang berhubungan dengan pengalaman traumatik masa lampau.
Teknik asosiasi bebas ini dilakukan dengan klien berbaring di dipan dan terapis duduk di kursi sejajar dengan kepala klien, sehingga klien tidak melihat terapis. Dengan demikian, klien dapat mengungkapkan atau menyalurkan materi-materi yang ada dalam ketidaksadarannya secara bebas, terbuka, tidak menutup-nutupi tanpa harus malu, meskipun materi tesebut menyakitkan, tidak logis, atau tidak relevan.
Terapis harus mampu menjadi pendengar yang baik serta mendorong klien agar mampu mengungkapkan secara spontan setiap ingatan yang terlintas dalam pikirannya, pengalaman traumatik, mimpi, penolakan, dan pengalihan perasaannya.
2. Interpretasi atau penafsiran
Adalah teknik yang digunakan oleh terapis untuk menganalisis asosiasi bebas, mimpi, resistensi, dan transferensi perasaan klien dengan tujuan utama untuk menemukan materi yang tidak disadari. Dengan demikian ego klien dapat mencerna materi tersebut melalui pemahaman baru dengan penuh kesadaran.
Dalam memberikan penafsiran, terapis harus hati-hati serta dapat memilih waktu dan kata-kata yang tepat agar klien tidak justru menjadi menutup diri atau mengembangkan pertahanan dirinya.
3. Analisis Mimpi
Setiap mimpi memiliki isi yang bersifat manifes atau disadari dan juga bersifat laten (tersembunyi). Isi yang brsifat manifes adalah mimpi sebagai tampak pada diri orang yang mimpi, sedangkan isi yang bersifat laten terdiri dari motif-motif tersamar dari mimpi tersebut. Tujuan analisis mimpi adalah untuk mencari isi yang laten atau sesuatu yang ada dibalik isi yang manifes, untuk menemukan sumber-sumber konflik terdesak. Analisis mimpi hendaknya difokuskan kepada mimpi-mimpi yang sifatnya berulang-ulang, menakutkan, dan sudah pada taraf mengganggu.
4. Analisis Resistensi
Resistensi merupakan suatu dinamika yang tidak disadari untuk mempertahankan kecemasan. Resistensi atau penolakan adalah keengganan klien untuk mengungkapkan materi ketidaksadaran yang mengancam dirinya, yang berarti ada perthanan diri terhadap kecemasan yang dialaminya. Apabila hal ini terjadi, maka sebenarnya merupakan kewajaran. Namun, yang penting bagi terapis adalah bagaimana pertahanan diri tersebut dapat diterobos sehingga dapat teramati, untuk selanjutnya dianalisis dan ditafsirkan, sehingga klien menyadari alasan timbulnya resistensi tersebut.
5.  Analisis Transferensi
Transferesnsi atau pengalihan adalah pergeseran arah yang tidak disadari kepada terapis dari orang-orang tertentu dalam masa silam klien. Pengalihan ini terkait dengan perasaan, sikap, dan khayalan klien, baik positif maupun negatif yang tidak terselesaikan pada masa silamnya.
Teknik analisis transferensi dilakukan dengan mengusahakan klien mampu mengembangkan transferensinya guna mengungkap kecemasan-kecemasan yang dialami pada masa kanak-kanaknya. Apabila transferensi ini tidak ditangani dengan baik, maka klien dapat menjadi bersikap menolak terhadap perlakuan terapis dan proses terapi dapat dirasakan sebagai suatu hukuman.

Sumber: Kuntjojo. Profesionalisasi Bimbingan dan Konseling. Sunardi, Permanarian dan M. Assjari. (2008). Teori Konseling. Bandung: PLB FIP UPI.


0 komentar

Tugas Psikoterapi (Terapi Eksistensial-Humanistik)


Terapi Eksistensial-Humanistik

1.      Konsep Terapi
Pendekatan eksistensial-humanistik menekankan pada renungan-renungan filosofis  tentang apa artinya menjadi manusia yang utuh.
2.        Teknik Terapi
Teknik-teknik dalam Eksistensial-Humanistik yaitu kesadaran diri, kebebasan dan tanggung jawab, keterpusatan dan kebutuhan akan orang lain, pencaran makna, kecemasan sebagai syarat hidup dan perjuangan aktualisasi diri.
3.        Unsur Terapi
Munculnya gangguan: Model humanistik kepribadian, psikopatologi, dan psikoterapi awalnya menarik sebagian besar konsep-konsep dari filsafat eksistensial, menekankan kebebasan bawaan manusia untuk memilih, bertanggung jawab atas pilihan mereka, dan hidup sangat banyak pada saat ini. Hidup sehat di sini dan sekarang menghadapkan kita dengan realitas eksistensial menjadi, kebebasan, tanggung jawab, dan pilihan, serta merenungkan eksistensi yang pada gilirannya memaksa kita untuk menghadapi kemungkinan pernah hadir ketiadaan. Pencarian makna dalam kehidupan masing-masing individu adalah tujuan utama dan aspirasi tertinggi. Pendekatan humanistik kontemporer psikoterapi berasal dari tiga sekolah pemikiran yang muncul pada 1950-an, eksistensial, Gestalt, dan klien berpusat terapi.
Tujuan Terapi: Menyajikan kondisi-kondisi untuk memaksimalkan kesadaran diri dan pertumbuhan. Menghapus penghambat-penghambat aktualisasi potensi pribadi. membantu klien menemukan dan menggunakan kebebasan memilih dan memperluas kesadaran diri. Membantu klien agar bebas dan bertanggung jawab atas arah kehidupan sendiri.
Peran Terapis: Menurut Buhler dan Allen, para ahli psikoterapi Humanistik memiliki orientasi bersama yang mencakup hal-hal berikut :
-          Mengakui pentingnya pendekatan dari pribadi ke pribadi
-          Menyadari peran dan tanggung jawab terapis
-          Mengakui sifat timbale balik dari hubungan terapeutik.
-          Berorientasi pada pertumbuhan
-          Menekankan keharusan terapis terlibat dengan klien sebagai suatu pribadi yang menyeluruh.
-          Mengakui bahwa putusan-putusan dan pilihan-pilihan akhir terletak di tangan klien.
-          Memandang terapis sebagai model, bisa secara implicit menunjukkan kepada klien potensi bagi tindakan kreatif dan positif.
-          Mengakui kebebasan klien untuk mengungkapkan pandagan dan untuk mengembangkan tujuan-tujuan dan nilainya sendiri.
-          Bekerja ke arah mengurangi kebergantungan klien serta meningkatkan kebebasan klien

Sumber: Corey, Gerald. (2007). Teori dan praktek konseling dan psikoterapi. Bandung: Refika Aditama.
 
;